Tampilkan postingan dengan label PSDAL. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label PSDAL. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 29 Agustus 2009

APAKAH SEBENARNYA LEACHATE ITU?





Apabila air (air hujan) mengalir melalui lapisan landfill, aliran itu membawa ikut serta material organik, inorganik serta logam berat, kemudian mengendap di suatu landfill, maka terbentuklah leachate. Leachate adalah cairan yang menetes atau mengalir dari suatu landfill dimana komposisinya terdiri dari suatu campuran limbah pada suatu landfill bergantung pada tipe dan usia limbah, biasanya terdiri dari material yang terlarut dan tidak terlarut.

Sampah yang masuk ke dalam suatu landfil biasanya terdiri dari campuran sampah perkotaan, barang-barang komersial, dan campuran limbah industri, leachate juga berasal dari materi organik, anorganik, logam berat, dan senyawa-senyawa organik xenonibotic Leachate dapat juga dihasilkan dari daratan yang terkontaminasi oleh bahan material kimiawi atau beracun yang digumnakan oleh suatu industri seperti, pabrik, pertambangan, atau tempat penyimpanan, selain itu juga lokasi pengkomposan yang curan hujannya tinggi dapat memproduksi leachate.

Faktor-faktor yang mempengaruhi komposisi landfill leachate adalah :

• Tipe atau jenis materi limbah yang dibuang pada suatu landfill
• kondisi landfill yang meliputi PH, Suhu, kelambapan, usia limbah maupunn usia landfill itu sendiri, dan iklim
• krakteristik endapan yang masuk kedalam suatu landfill

Pengumpulan landfill leachate.

Leachate mengalir dari suatu landfill yang mengalir dari pipa-pipa yang dipasang untuk mengumpulkan tetes landfill yang kemudian dikumpulkan pada sustu tempat. untuk kebutuhan tertentu leachate dapat dipompa keluar kemudian dpindahkan kedalam sutu penyimpanan, atau pada leachate treatment plant.

Desain eksraksi leachate dibagi dalam dua metode, yaitu :

• Borehole pump.sistem pemompaan leachate dari dasar landfil yang dilengkapi oleh sensor leachate yang dapat mengukur jumlah leachate yang telah menetes dari landfill. Dengan demikina energi yang dikeluarkan menjadi rendah.
• Eductors, lain hal dengan sistem borehole pump, sistem ini bekerja terus menerus, tidk perduli terdapat leachate atau tidak, seistem ini banyak digunakan,namun tentunya banyak memghabiskan energi

Treatement Leachate. sebelum dilakukan pengolahan leachate ada baiknya diketahui informasi penting dibawah ini :

• antisipasi kecepatan alir. artinya aliran leachate bergantung pada jumlah air yang mengalir atau merembes melalui landfill.
• lakukan analisis komposisi leachate yang diperoleh di laboratorium.
• buang komposisi yang tidak diinginkan.

faktor-faktor yang dapat menentukan kontaminasi leachate yamng bukan dihasilkan dari sistem pengumpulan, yaitu :

• jika sumber aira tanah jauh dari permukaan, aliran air yang merembes melalui landfill sebagian akan tersaring melalui lapisan tanah, sehingga kontaminasinya ,enjadi relatif kecil. Tetapi bila air tanah dekat dengan permukaan landfill, maka kemungkinan kontaminasi menjadai besar, artinya alirtna leachate dapat langsung mengalir ke badan air, karena tidak terjadi penyaringan oleh tanah.
• Semakin tinggi konsentrasi leachate, maka semakin tinggi pula kemungkinan terkontaminasinya air tanah.
• Permeabilitas lapisan tanah yang tepat dibawah permukaan landfill mempengaruhi kecepatan aliran leachate. Lapisan pasir mempunyai pros yang besar, sehingga aliran alir atau leachate dapat dengan mudah mengalir. Sementara tanah lempung lebih dapt mencegah pergerakan air tanah, sehingga lebih efektif menyaring kontaminan.
• Karakteristik dari suatu lanfill dam limbanh buangannya, leachate dapat menjadi sangat beracun. Umumnya leachate mempunyai konsentrasi BOD tinggi, TOC tinggi, Nitrogen tinggi, klorida tinggi, besi, mangan, dan fenol. Selain tiu juga bahan kimia lainnya seperti pestisida, pelarut organik, dan logam berat.

BAHAYA LEACHATE.

Sudah banyak penelitian terhadapat pengaruh leachate bagi kesehatan yang disebabkan oleh aktifitas dari suatu landfill. Tidak ada keterkaitan langsung antara penyakit seperti kanker yang disebabkan oleh aktifitas landfill. Tabel bahan kimia yang mempengaruhi kesehatan yang ditemukan pada suatu landfill, jika terdapat pengontrolan yang tidak sesuai.


SARDINIA '93 IV INTERNATIONAL LANDFILL SYMPOSIUMS.
Margherita di Pula, Italy, 11-15 October 1993

Senin, 10 Agustus 2009

PSDAL

PARA PENGGALI KUBURANNYA SENDIRI

Hans Jonas seorang ahli filsafat abad-20 berkebangsaan Jerman-Amerika dalam bukunya yang diterbitkan tahun 1979, mengungkapkan titik balik dari kemajuan teknologi. Dimana ia mengingatkan kita bahwa manusia sendirilah yang sedang menggali kuburan umat manusia dan ekosistem dunia. Didasarkan atas perilaku saat ini yang terus berproduksi dan berkonsumsi tanpa henti dan tidak bertanggung jawab terhadap dampak samping yang ditimbulkan akibatnya. Ia mengingatkan bahwa semestinya keadaan ini menimbulkan kesadaran kita untuk dapat mengubah cara hidup guna mencegah terjadinya kehancuran ekosistem bumi. Pada akhirynya perilaku konsumtif-lah yang menjadikan manusia terus menghasilkan sampah dalam jumlah besar.

Agama menganjurkan kebaikan tidak hanya kepada sesama melainkan pada tempat dimana terdapat kehidupan, yang antar lain ditegaskan perintah-perintahnya , yaitu:

Islam

'Janganlah merusak di muka bumi sesudah Allah memperbaikinya. Tapi serulah Ia dengan ketakutan dan kerinduan. Sungguh rahmat Allah dekat kepada orang yang berbuat kebaikan (QS Al A'raf, 56)

Kristen

'Tumbuhlah dan berkembang biaklah, dan isilah serta taklukkanlah bumi ini, dan kuasaialah ikan di laut, dan arus udara, dan segenap makhlup hidup yang bergerak di bumi' (Genesis, Bab awal Perjanjian Lama, ayat 28)

Hindu

Agama Hidu menerima konsep bahwa alam adalah 'Ibu Pertiwi', ibu dari semua ibu. Hindu memandang alam sebagai guru, yang memperkaya manusia dengan kearifannya.

Budha

Sang Budha mengajarkan untuk hidup di jalan yang benar dalam keselarasan dengan alam. Pelestarian alam adalah tugas yang harus dilaksanakan oleh semua orang. Apabila manusia/masyarakat bertindak tidak bermoral termasuk merusak alam, pasti akan terjadi akibat yang menyebabkan bencana alam.(ESP, 2008)

Lebih lanjutnya, pembuangan samapah akhir sungguh diartikan hanya didasarkan pada maksud dan tujuannya, menjadikan persemayaman terakhir bagi sampah-sampah. Kenyataannya sampah belum juga tereduksi secara signifikan dalam artian pada jumlah dan jenis serta dampak sosial dan lingkungan yang ditimbulkannya. Program dunia tentang reduce, reuse, recycle manjadi satu-satunya "jargon" pertama yang di munculkan di dunia. Tanpa disadari akan banyak menemukan dampak yang lanjutannya. Karena yang terjadi adalah hanya bentuk transformasinya, dimana sifat dan jejak dari sampah masih terlihat. Misalnya rembesan lindi (leachate) menuju ke air tanah, penggunaan kembali (reuse) secara berulang-ulang dan mendaur ulang bahan bekas menjadi suatu produk (recycle) tanpa di identifikasi riwayat asalnya dan seterusnya. Semua itu menjadi masalah tersendiri, walaupun pada kenyataannya program tersebut terus publikasikan di seluruh dunia.

Final disposal site adalah lokasi terakhir perjalanan sampah dari manapun asalnya, rumah tangga, pabrik, rumah sakit, agroindustri, dll. Jika kemudian para pemungut ulung khusus untuk benda-benda plastic misalnya,

melakukan recycle (daur ulang) untuk di gunakan kembali pada produk kemasan makanan atau minuman. Lalu bagaiman adakh control atas prose daur ulang tersebut? dan sudahkah memenuhi standar baku mutu yang

ada?. Itulah kondisi dan situasi saat ini yang hidup dimasyarakat 'modern'. Merek sedang menggaali kuburannnya sendiri! (MAA-Komunitasgreenchemistry, 2009)

Sabtu, 16 Mei 2009

PSDAL

KUALITAS MANUSIA DAN KUALITAS LINGKUNGAN

Menurut Soerjani (2008) Mahluk hidup secara keseluruhan merupakan penyebab utama terjadinya berbagai perubahan dalam sistem kehidupan. Tetapi semenjak dahulu kala kecuali manusia, mahluk hidup yan lain itu menjadi penyebab timbulnya perubahan secara alami, yang bercirikan keajegan, keseimbangan, dan keselarasan. Sedangkan manusia mempunyai potensi dan kemampuan untuk merubahnya secara berbeda, karena perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang di kuasai khususnya, serta perkembangan budaya pada umumnya.

Dalam ilmu lingkungan tidak sekedar timbal balik dan sebab akibat yang kita persoalkan, tetapi juga apakah manfaat dan risiko dari perbuatan atau kegiatan kita itu, kecauli menimbulkan manfaat langusng pada diri kita sendiri, bagi orang lain dan mahluk hidup sekitarnya, maka tindakan itu dapat dikatakan benar dan sebaliknya. Sehingga dalam ilmu studi lingkunagn ada masalah benar atau salah. Dengan kata lian ilmu lingkungan adalah ekologi ditambah dengan peritmbangan modal benar atau salah. Oleh karena itu, ilmu lingkungan harus memasukkan moral alam kedalam moral manusia. Yang pada hakikatnya pokok pengelolaan llingkungan hidup oleh manusia itu adalah bagaimana manusia melakukan upaya agar kualitas manusia makin meningkat, sementara kualitas ligkungan juga semakin baik. Hal ini merupakan landasan ilmiah mengapa masalah lingkungan hidup di Indonesai di kaitkan dengan masalah kependudukan. Sehinga dapat pula diartikan bahwa masalah lingkungan yang paling menonjol dan perlu memperolah prioritas pengelolaan adalah masalah kependudukan (Soerjani, 2008).

HOLISME DAN HUKUM MINIMUM

Holisme itu sendiri dapat di maknai yaitu pandangan yang utuh terhadap lingkungan hidup. Tentunya semua komponen yang mengisi lingkungan itu akan saling berinteraksi satu sama lai, ada interaksi yang penting, sedang dan kurang

Hukum minimum mengatakan bahwa nilai, hasil, atau kualitas suatu sistem ditentukan oleh faktor pendukungnya yag berada dalam keadan minimum. Pendekatan dan pengelolaan kualitas lingkungan secara progresif ini berdasarkan gagasan Vayda (1982) tentang kontekstualisasi progresif yang melihat sesuatu permasalah menurut konteks pokoknya dan dikembangkan menurut keperluannya dengan melihat konteks persoalan berikutnya. Jadi dalam melakukan pengelolaan lingkungan uratan prioritas pada masalah yang pokok karena faktor ini merupakan peluang terbesar dan terpenting memperbaiki keadaan.

Etika lingkungan adalah berbagai prinsip moral lingkungan. Jadia etika lingkungan merupakan petunjuk atau arah perilaku praktis manusia dalam mengusahakan terwujudnya moral lingkungan. Dengan etika lingkungan kita tidak saja mengimbangi hak dengan kewajiban terhadap lingkungan, tetapi etika lingkungan juga membatasi tingkah laku dan upaya untuk mengendalikan berbagai kegiatan agar tetap dalam batas kelentingan lingkungan hidup kita.

Permasalah pengeleloaan SDA

Sumber daya alam adalah suatu sumber daya yang terbentuk karena kekutan alamiah, tanah, air, dan perairan biotis, udara dan ruang, mineral, bentang alam, panas bumi angin pasang surut dan seterusnya. Berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan hidup manusia, pemanfaatan sumber daya alam kemudian di kelola sedemikian rupa berdasarkan potensinya misalnya, sumber alam penghasil energi: air, pasang surut, gas bumi, minyak bumi, batubara, angin matahari dan seterusnya. Kemudian akan dengan sendirinya muncul permasalahan berikutnya berkaitan dengan pemanfataan SDA, dalam kaitannya dengan mendukung kehidupan di muka bumi ini. Permasalahan itu dapat di sarikan menjadi beberapa aspek antara lain (Soerjani, 2008):

  1. Kependudukan dan lingkungan hidup

    Dikaitkan dengan laju pertumbuhan penduduk dan pola penyebarany yang kurang/tidak seimbang dengan penyebartan SDA serta daya dukung lingkungan. Selain pengaturan pemanfaatan SDA yang belum memadai.

  2. Produktivitas lahan

    Kegiatan membuka hutan untuk perladangan (huma) yang selalu berpindah-pindah guna mencari lahan yang subur misalnya, dapat menyebabkan kerusakan hutan. Sementara kegitan itu hanya menghasilkan produktivitas pangan yang sedikit dibangdingkan tenaga yang dibutuhkan. Untuk alasan itu di Indonesia sendiri menerapkan program transmigarasi yang tujuannya menciptakan permukiman-permukiman yang menetap, tidak lagi berpindah-pindah

  3. Pencemaran lingkungan

    Di lingkungan permukiman dan industri masalah utama yang masih tetap belum terpecahkan adalah masalah limbah kota dan limbah industri. Umumnya limbah masih di buang di sungai, laut atau di pendam di tanah. Selain itu, meningkatnya penggunaan kendaran bermotor di perkoataan menimbulkan pencemaran udara yang terus naik.

  4. Peran serta masyarakat

    Kesadaran masyarakat mengenai masalah lingkungan mulai tumbuh, namun belum cukup kuat mengahasilkan wujud nyata dalam mempengaruihi perilaku dan motivasi yang mengahasilkan tindakan nyata dalam usaha swadaya perbaikan lingkungan hidup. Lihat suku mentawai dan baduy, melalui hubungan kuat budayanya, memberikan tempat tinggi kepada pelestarian air dan hutan lindung dan satwa langka. Walaupun semua agama mewajibkan pemeluknya untuk memlihara ciptaan Tuhan, yang menjadi masalah disini adalah kurangnya pemahaman tentang tata nilainya

  5. Lingkungan perairan laut

    Pemanfaatan terumbu karang dan pasir pantai untuk bahan bangunan telah meningkat. Selain itu penggunaan bahan peledak dan racun untuk kegiatan perikananan telah banyak menimbulkan kerusakan. Selain itu bukti ilmiah di beberapa daerah tetrtentu, kawasan industri, misalnya di temukan pencemaran logam berat, pencemaran panas dll.

  6. Tata guna sumber alam dan lingkungan

    Usaha penanganan kawasan hutan produksi selalu mengalami berbagai masalah, terutama karena belum jelasnya tata guna hutan, masih adanya perladangan berpindah, serta perlu adanya perluasan transmigrasi dan usaha perkebunan dan pertambangan

  7. Pelestarian alam

    Meningkatnya daerah hunian baru, beberapa jenis konstruksi dan prasana penunjang lainnya dan keperluan bahan bangunan, batu, tanah, air dan pasir dapat menimbulkan kerusakan lingkungan bila kegiatan penambangan bahan –bahan bangunan tersebut tidak terkelola dengan baik. Alih fungsi lahan pertanian menjadi pemukiman yang semakin meningkat

  8. Pengelolaan lingkungan hidup.

    Usaha menumbuhkann kemampuan dalam menangani masalah lingkungan hidup di daerah-daerah di mulai dengan di bentuknya pusat-pusat studi lingkungan hidup, biro kependudukan dan lingkungan hidup. Pusat studi lingkungan hidup adalah pusat pengkajian SDA dan Lingkungan hidup yang diharapakan dapat memberikan masukan teknologi yang memadai dalam rangka mengelola lingkungan hidup. Pengaturan pembangunan berwawasan lingkungan memang belum berkembang seperti yang di harapakan. Misalnya di daerah melalui BAPPEDA, diharapkan dapat merencanakan pembangunan yang memperhatikan lingkungan.


     

    Dengan demikian pemanfatan SDA perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikuit:

    1. Daya guna dan hasil guna yang dikehendaki harus dilihat dalam batas-batas yang optimal sehubungan dengan kelestarian sumber daya alam yang mungkin di capai
    2. Tidak mengurangi kemampuan dan kelestarian alam lain yang berkaitan dalam suatu ekosistem
    3. Memberikan kemungkinan untuk mengadakan pilihan penggunaan dalam pembangunan di masa mendatang.

Dari uraian singkat diatas dapat diambil suatu kesimpulan sedikit bahwa kenyataannya bukanlah suatu konsep lama yang banyak di tulis atau di bicarakan untuk bagaiaman meningkatkan kualitas hidup manusia. Hal ini di maksudkan perlu sinergi antara para pembuat kebijakan (pemerintah) masyarakat itu sendiri dan akitivis lingkungan (bisa berasal dari kalangan akdemisi) untuk terus mewujudkan lingkungan hidup yang baik tanpa meniadakan kepentingan-kepentingan dari berbagai pihak. Lihat di Indonesia Standar of living and Quality of life (sol dan qol), tentunya memiliki angka banding yang berbeda dari berbagai negara dan zaman. Hal ini dapat saja terjadi bila lingkungan budayanya memliki perbedaan. Maksudnya tidak akan cukup simetris kehidupan masyarakat di suatu daerha tertentu dimasa tertentu bila dibandingkan dengan kehidupann saat ini. Yang seharusnya jelas akan terus meningkatkan standar kehidupan dan kualitas hidupnya seiring meningkatnya kebutuhan dan kepentingan masyarakatnya. Tinggal bagaimana manajemen pengelolaan kebutuhan dan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungannya. Dengan kata lain meningkatnya Standar kehidupan saat ini tidak sejalan dengan meningkatnya qualitas kehidupan.

(MAA-Komunitas Green Chemistry, 2009)


 

Selasa, 05 Mei 2009

MENGGUGAT KONSEP PEMBANGUNAN YANG BERKELANJUTAN

MENGGUGAT KONSEP PEMBANGUNAN YANG BERKELANJUTAN


 


 

Pembangunan yang berkelanjutan atau Sustainable development bermula dari salah satu permasalahan yang dibahas pada konferensi Stockholm, UN Conference on the Human Environment pada tahun 1972 yang menganjurkan agar pembangunan memperhatikan faktor lingkungan. Selanjutnya oleh komisi dunia tentang lingkungan dan pembangunan (world commission on environment and development, WCED) (juga dikenal dengan komisi Brundtland) tahun 1987, mempertegasnya menjadi konsep sustainable development (Soerjani, 1997). Sebagai perwakilan dari Indonesia adalah Prof. Emil Salim, yang hasil konferensinya berhasil mengeluarkan laporan berjudul "Our Common Future", kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia pada tahun 1988 dengan judul "Hari Depan Kita Bersama". Sehingga sustainable development dapat di interpretasikan sebagai pembangunan yang mencukupi kebutuhan generasi sekarang tanpa berkompromi (baca: mengurangi) kemampuan generasi yang akan datang untuk memenuhi kebutuhan mereka

Menurut Prof Moeljarto Tjokroaminoto (1996) dalam bukunya "Pembangunan: Dilema dan tantangan", keberhasilan paradigma pertumbuhan mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi, telah membawa berbagai akibat yag negatif. Momentum pembangunan di capai dengan pengorbanan (at the expense of)
deteriorasi ekologis, penyusutan sumber alam, timbulnya kesenjangan sosial, dan dependensi. Sejumlah pemikir dari Massachusets Institut of Technology dan Club of Rome, misalnya memperingatkan bahwa kalau laju pembangunan dunia dan pertumbuhan penduduk dunia tetap seperti ini, pada suatu ketika akan tercapai batas ambang (thresold) pertumbuhan, dan akan terjadi kehancuran planet bumi ini sebagai suatu sistem. Mereka berpendapat bahwa di dalam satu abad, batas ambang pertumbuhan akan tercapai. Pandangan neomalthusian persepective ini pada hakikatnya mengajukan teori tentang integrasi jangka panjang antara penduduk, sistem ekonomi dan SDA. Pokok-pokok pikirannya adalah sbb:


 

Pertama, pertumbuhan ekponensial merupakan sifat yang melekat pada kependudukan dan sistem kapital. Penduduk dan kapital materiil tumbuh secara ekponensial melalui proses reproduksi dan produksi.


 

Kedua, ada keterbatasan potensi planet bumi, yang dapat dismpulkan dari empat (4) asumsi dasar, yaitu: terbatasnya cadangan non-renewable resources yang dapat di ekploitasi; terbatasnya keamampuan lingkukangan untuk dapat menyerap polusi, terbatasnya lahan yang dapat di tanami; terbatasnya produksi persatuan lahan; dengan kata lain ada batas fisik terhadap pertumbuhan penduduk dan kapital.


 

Ketiga, tertundanya dalam waktu yang lama umpan balik (feedback) yang mengontrol pertumbuhan fisik sistem dunia. Lembaga-lembaga sosial yang ada hanya memberikan respons terhadap situasi dimana mereka mempunyai informasi. Karena informasi yang mereka dapat tidak lengkap dan terlambat, maka umpan balik juga akan terlambat.


 

Keempat, ada dua alternatif yang dapat diberikan, yaitu: menghilangkan gejala adanya keterbatasan yang menghambat pertumbuhan atau memperlemah kekuatan yag mendorong pertumbuhan.


 

Kelima, pilihan hendaknya diberikan pada equilibrium state, yaitu situasi di mana kondisi kependudukan telah mencapai derajat kestabilan pada tingkat tertentu yang dikehendaki dan dimana kebutuhan materiil tercukupi dengan memanfatakan input yang tidak dapat di perbaharui dan yang menimbulkan polusi secara minimal.


 

Dari krtik cendikiawan MIT dan Club of Rome terhadap laju pertumbuhan yang terjadi. Demi kelangsungan planet bumi yang pada hakikatnya telah menemukan landasan bagi pemikiran yang berkembang kemudian dari persepektif ekologi yang kemudian di kenal dengan pemikiran tentang sustained development.


 

Namun kritik juga datang dari pendukung paradigma pembangunan lain, yang melihat bahwa paradigma pertumbuhan cenderung menciptakan efek negatif tertentu yang akibatnya menurunkan derajat keberlanjutan pembangunan.


 

Dorongan mencapai pertumbuhan ekonomi yang setinggi-tinginya, seringkali mengakibatkan terabaikanya upaya pembinaan kelembagaan dan pembinaan kapasitas. Pembangunan nasional yang dilaksanakan melalui centrally impose blue print plan (Korten, 1986) yang di rumuskan oleh teknokrat dan alokasi sumber pembangunan yang sentralistis cenderung meng-criple-kan potensi masyarakat. Model pembanguna yang demikian pada hakikatnya merupakan gaya pembangunan delivered development. Kecenderungan menerapkan gaya pembangunan ini cenderung menumbuhkan hubungan dependensi antara rakyat dan proyek pembangunan atau antara rakyat dengan birokrat. Karenanya, sifatnya menjadi disempowering, menekan kemampuan masyarakat untuk mengaktualisasikan potensinya.


 

Banyaknya mortality rate proyek-proyek pembangunan merefleksikan lemahnya sustainability proyek tersebut (Tjokroaminoto, 1996) yang di cirikan sebagai berikut: prakarsa biasanya di mulai dari pusat dalam bentuk rencana formal; proses penyusunan program bersifat statsis dan didominasi oleh pendapat pakar atau teknokrat; teklnologi yang di gunakan bersifat scientific dan berasal dari luar; mekanisme kelembagaanya bersifat top down; pertumbuhannya cepat, tetapi bersifat mekanistik; organisatornya para pakar specialis; evaluasinya bersifat eksternal dan berorientasi pada impact; dan fokus perhatiannnya adalah bagaimana dapat menyelesaikan proyek tepat pada waktunya. Kelemahannya terletak pada ketidakmampuannya mencapai kondisi self-generation of input sehingga membahayakan keberlanjutan proyek pembangunan tersebut.


 

Sehinga interpretasi lain sustainable development di dorong oleh adanya kenyataan tingginya mortality of Rate proyek–proyek pembangunan di negara-negara berkembang. Alokasi input yang berkesinambungan tidak menjadikan proyek pembangunan itu berkembang dengan kekuatan sendiri. Dalam konteks ini, sustaianble development dapat di artikan sebagai


 

"The ability of a development project to generate sufficiently a net surplus as input for further development"


 

Oleh karena itu, menurut Prof Moeljarto Tjokroaminoto (1996) Kedua interpretasi diatas menunjukan kualitas untuk tumbuh dengan kekuatan senfdiri. Keduanya menyangkut hubungan yang optimal antara input dan output. Perbedaanya nampak terletak pada level of analysis-nya. Interpretasi pertama pada derajat makro dan interpretasi kedua pada derajat mikro. (MAA, 2009)

Senin, 27 April 2009

PSDAL: BANGUN BANTEN

Sejak beberapa tahun yang lalu hingga saat ini cuaca kian tidak menentu, Sejumlah daerah terendam banjir, tanah longsor, banjir bandang, rob, hujan badai, munculnya sumber gas alam di permukiman warga dan yang belum lama ini bencana runtuhnya spillway (baca: tanggul), situ gintung Tangerang Selatan, Banten. Diakui atau tidak keadan ini diakibatkan oleh pemanasan global, yaitu fenomena naiknya suhu rata-rata permukaan bumi akibat jumlah emisi gas rumah kaca (CO2, N2O, CH4,) yang meningkat di atmosfer, laut dan daratan bumi. Pemanasan global akan diikuti adanya perubahan iklim, seperti naiknya curah hujan di daerah lain, sementara di daerah lain kekurangan curah hujan (Murdiyarso, 2003)

Menurut Soerjani (2008) pembangunan suatu daerah selalu didasarkan kepada pemanfaatan suatu sumber daya alam. Lebih lanjut, untuk menjamin kelangsungan pembangunan ekonomi, maka perencanaan pembangunan, pengelolaan, dan penyelamatan perlu diatur oleh peraturan perundangan yang mengedepankan pelestarian lingkungan. Melalui peraturan perundang-undangan, pemerintah terus mempersempit ruang gerak bagi para polluter dan emitter, agar terciptanya kesadaran lingkungan yang bersih (greener). Peraturan perundangan yang mengatur aspek hukum lingkungan di Indonesia pada dasarnya harus berorientasi pada ekologi yang meliputi aspek; hukum tata lingkungan, hukum perlindungan lingkungan, hukum kesehatan lingkungan, dan hukum pencemaran lingkungan.

Terjadinya bencana banjir, longsor, rob, misalnya lebih diakibatkan oleh terganggunya keseimbangan alam. Hutan sebagai daerah tangkapan air (catchment area), danau/waduk sebagai daerah resapan dan hutan bakau sebagai pencegah erosi dan DAS sebagai konservasi tanah dan tata air sebagai kesatuan fungsi bagi kelangsungan hidup ekosistem di dalamnya. Dimana hutan merupakan bagian dari komponen penentu kestabilan alam. Berkaitan dengan pemanasan global, maka fungsi dasar hutan sebagai penyerap CO2 dan penghasil O2 (reaksi fotosintesis) menjadi sangat penting dan murah. Lihat hasil konvensi perubahan iklim yang tertuang dalam protokol Kyoto, yang antara lain mengembalikan emisi CO2 pada tahun 1990. Sehingga Hutan yang telah di anugerahkan oleh sang pencipta dapat dikembalikan fungsinya secara utuh sebagai penentu kesetabilan alam yang terus dijaga kelestariannnya.
Paradigma baru arah pembangunan yang berkelanjutan yaitu sustainable chemistry/green chemistry sebagai suatu solusi global menuju pembangunan bersih. Sebagai contoh di negara Amerika Serikat peran green chemistry mendapat begitu banyak dukungan, baik dari akademisi, industri dan pemerintah. Hal ini dibuktikan pada sejumlah award yang diberikan oleh pemerintah berkuasa saat itu. Misalnya President Clinton mengumumkan “Presidential Green Chemistry Challenge Awards Program” pada Maret 1995. Selain menerima penghargaan “Presidential Green Chemistry Challenge” para pemenang juga menerima penghargaan “McGraw-Hill Environmental Champions”.

Selanjutnya, diharapkan dapat merubah arah teknologi yang diadopsi oleh industry mengikuti prinsip ‘Green’. Oleh karena itu menjadi tantangan besar bagi chemist, engineer dan environmentalist untuk mengembangkan teknologi baru sejalan dengan prinsip green chemistry. (Werner & Anastas 2002). Dengan meningkatkan hubungan kerjasama antara akademisi, pemerintah, dan industry akan mempercepat inovasi yang sejalan dengan prinsip-prinsip green chemistry. Dengan kata lain, para akademisi muda sangat membutuhkan para penggiat industry yang siap merubah teknologi yang selama ini digunakan menjadi teknologi baru. Selanjutnya akan dijadikan role model bagi para akademisi muda untuk terus mendalami green chemistry agar tujuan penyelamatan lingkungan mendapat dukungan oleh berbagai pihak. selanjutnya menjadi nilai investasi tersendiri bagi prediksi kondisi lingkungan di masa mendatang. Oleh karena itu, kesuksesan dalam suatu studi kasus mengenai aplikasi green chemistry dalam industri sangat penting.

Sementara di Indonesia sendiri, melalui Program Adiwiyata misalnya, yaitu salah satu program Kementrian Negara Lingkungan Hidup dalam rangka mendorong terciptanya pengetahuan dan kesadaran warga sekolah dalam upaya pelestarian lingkungan. Di mana pelaksanaannya dijalankan oleh Pemerintah Daerah setempat BLHD/Bapedalda Provinsi), bekerja sama dengan Dinas Pendidikan setempat, Lembaga Swadaya Masyarakat, Akademisi dan pihak swasta lainnya (blhd.banten.go.id). Sama halnya dengan pemerintah Amerika, Program Adiwiyata kementrian Lingkungan Hidup Indonesia juga memeberikan reward bagi sekolah yang berhasil menciptakan kesadaran lingkungan masyarakatnya.
Dalam hal ini, Provinsi Banten sebagai provinsi baru yang dikaruniai kekayaan sangat besar, daratan, lautan dan ekosistem akuatik lain, serta komplek-komplek ‘perindustrian’ yang merupakan bagian dari keanekaragamannya, mencakup keanekaragaman di dalam spesies dan ekosistem. Sejumlah proyek pembangunan di pastikan akan di laksanakan dalam waktu dekat. Sehingga di perlukan perencanaan tata ruang yang mengedepankan sustainable development, yang tidak semata-mata hanya mengejar pertumbuhan ekonomi. Untuk berani mengeluarkan sejumlah kebijakan dalam kaitannya dengan pengelolaan sumber daya alam. Yang selanjutnya menjadi aset berharga di kemudian hari bagi kehidupan di masa mendatang, sehingga penting sekali untuk terus dijaga kelestariannya. (alimakbar-komunitasgreenchemistry)

Rabu, 22 April 2009

PSDAL

Desentralisasi Hutan
(Rapat Kerja Nasional Asosiasi Pengusahaan Hutan Indonesia (APHI) 2001, Hotel Hilton Jakarta, 21 Pebruari 2001)

Hutan merupakan sumber daya alam anugerah Tuhan Yang Maha Kuasa yang tidak terhingga nilainya bagi seluruh umat manusia. Sebagai anugerah tersebut hutan mempunyai nilai filosofi yang sangat dalam bagi kepentingan umat manusia. Dengan segala kekayaan alam yang dikandungnya hutan memberikan kehidupan bagi makhluk hidup di bumi ini terutama bagi umat manusia. Hutan tidak saja memberikan kehidupan bagi masyarakat yang menempatinya tetapi juga masyarakat di perkotaan.
Namun demikian nilai filosofi hutan tersebut terus menerus mengalami penurunan. Hal ini disebabkan karena pengelolaan hutan selama ini kurang memperhatikan arti hakekat yang terkandung pada filosofi hutan sehingga kelestarian lingkungan hidup menjadi terganggu. Pengelolaan hutan lebih mengejar profit yaitu mencari keuntungan ekonomi semata. Dan bahkan negara secara sentralistis mengeksploitir hutan sehingga fungsi sosial kepentingan umum terabaikan.
Sebagai akibat dari pengelolaan hutan dengan cara tersebut hutan di Indonesia mengalami degradasi yang sangat tajam. Luas hutan berkurang drastis, sedangkan hutan yang tersisa juga mengalami kerusakan yang cukup parah. Menurut Prof. Otto Soemarwoto ( Kompas, 6 Pebruari 2001 ) di Jawa luas hutan tinggal 9% sampai 10% dari luas daratan, sedangkan di luar Jawa kerusakan hutan mencapai 1-1,5 juta hektar per tahun.
Permasalahan yang dihadapi sektor kehutanan saat ini adalah kondisi hutan yang mengalami degradasi cukup tajam. Kondisi ini mengakibatkan hutan tidak mampu lagi menjadi penyangga bagi kelestarian alam. Berbagai bencana alam yang terjadi belakangan menunjukkan keseimbangan dan kelestarian alam yang makin terganggu.
Pengelolaan hutan yang dilakukan selama ini telah menimbulkan konflik kepentingan antara pusat dengan daerah dan masyarakat setempat. Pemerintah pusat mendominasi pengelolaan hutan melalui beberapa Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau memberikan konsesi kepada swasta. Kebijakan-kebijakan yang diambil selalu mendahulukan kepentingan pusat dan sering mengabaikan kepentingan masyarakat daerah. Sehingga pengelolaan hutan yang semula bertujuan meningkatkan pertumbuhan ekonomi untuk mensejahterakan masyarakat hanya mensejahterakan segelintir orang dan bahkan juga menimbulkan penderitaan bagi masyarakat setempat.
Kesalahan pengelolaan hutan oleh pusat dan penyalahgunaan HPH oleh beberapa pengusaha telah mengakibatkan luas hutan berkurang drastis dan kerusakan hutan semakin parah. Setiap tahunnya terjadi degradasi hutan sebesar 1,7 juta Ha, sehingga di Sumatera luas hutan tinggal 27 % dan Kalimantan 34%. Penyebab kerusakan lainnya adalah penebangan liar (ilegal), kebakaran hutan dan penjarahan hutan yang dilakukan masyarakat maupun oknum aparat dan perusahaan swasta.
Jika kita identifikasi lebih lanjut penyebab dari kondisi hutan saat ini adalah kekeliruan pusat dalam menetapkan kebijakan dan regulasi bidang kehutanan. Penyusunan rencana kegiatan dan penetapan kebijakan pengelolaan kehutanan selayaknya melibatkan pemerintah dan masyarakat di daerah. Namun demikian pusat selama ini tidak melibatkan daerah dalam penyusunan rencana dan penetapan regulasi tersebut. Sehingga pada pelaksanaan di lapangan sering timbul permasalahan dan konflik dengan masyarakat setempat.
Demikian juga dengan pemberian konsesi atau HPH kepada swasta maupun BUMN, pemerintah pusat tidak pernah membahas terlebih dahulu dengan pemerintah daerah. Pemerintah daerah biasanya dilibatkan setelah timbulnya permasalahan dan konflik dengan masyarakat.
Selanjutnya sebagai faktor pendorong percepatan kerusakan hutan adalah lemahnya pengawasan pusat terhadap pengelolaan hutan oleh BUMN maupun swasta dan penjarahan serta penebangan liar oleh oknum masyarakat.
Akhirnya dapat kita simpulkan bahwa kondisi hutan saat ini merupakan hasil dari suatu rangkaian kesalahan mulai dari sentralisasi perencanaan dan penetapan regulasi pengelolaan hutan sampai kepada lemahnya pengawasan terhadap pengelolaan hutan. Dengan usaha merevitalisasi suatu kebijakan dan undang-undang mengenai pengelolaan hutan diharapkan dapat membantu proses pemeliharaan hutan. Disentralisasi merupakan salah satu usaha pegembangan otonomi daerah. Dengan adanya disentralisasi berarti adanya kewenangan kepada daerah untuk dapat mengelola hutan. Dengan peran daerah dalam pengelolaan hutan diharapkan dapat membantu mengurangi dampak kerusakan hutan.
Dengan semangat demokratisasi, pengembangan hak dan kreativitas serta keanekaragaman potensi dan karateristik sumber daya alam daerah maka desentral-isasi pengelolaan kehutanan diharapkan dapat melakukan koreksi terhadap kesalahan yang telah dilakukan selama ini.
(oleh : Sindi Sehabudin, 27 Maret 2009)

PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN

PENGELOLAAN AIR

Permukaan bumi sebagian besar ditutupi oleh air (71%) sehingga keberadaan air ini ikut mempengaruhi iklim lingkungan kita. Makhluk hidup sangat membutuhkan air, dalam tubuh manusia misalnya terdapat sejumlah air 70% dari berat tubuh manusia. Di planet bumi dimana manusia berada, terdapat 97% dari total jumlah air yang ada merupakan air asin yang terdapat di laut, dan hanya sebanyak 3% air di bumi yang merupakan air tawar. Air tawar yang hanya berjumlah 3% dari total jumlah air di bumi tersebut terdapat di danau, sungai, tanah, tumbuhan, manusia, dan sebagian besar lainnya berbentuk gunung es yang terdapat di kutub utara dan selatan dan di puncak-puncak gunung (Miller 2002).

Berdasarkan atas siklus hidrologi maka air di bumi selalu dalam keadaan berpindah-pindah yang biasa disebut sebagai “siklus hidrologi”. “Air” dari danau, sungai, permukaan tanah, dan dari laut akan menguap oleh pengaruh panas matahari, uap air yang terbentuk masuk ke dalam atmosfir bumi menjadi “awan”. Awan di atmosfir bergerak akibat perbedaan tekanan panas dan membentur puncak gunung dan terjadi “hujan”. Hujan turun membasahi permukaan bumi dan mengalir kembali ke dalam tanah, ke sungai, ke danau dan ke laut. Sumber air tawar terdapat di permukaan tanah seperti di sungai, danau, air tanah dalam dan air tanah dangkal, di kutub dan di gunung berupa salju, serta air di atmosfir bumi berupa air hujan.

Ekosistem perairan merupakan suatu tatanan kesatuan secara utuh menyeluruh antar semua unsur lingkungan kehidupan yang saling mempengaruhi dalam membentuk keseimbangan, stabilitas dan produktivitas lingkungan hidup di perairan. Dengan definisi ini maka di dalam ekosistem perairan, unsur-unsur yang ada di lingkungan perairan secara alami akan membentuk hubugan timbal balik yang bersifat kompleks antar organisme hidup dan yang tidak hidup yang secara bersama-sama membentuk sistem ekologi.
Sumber pencemar air oleh akibat kegiatan alam biasanya berasal dari peristiwa peningkatan zat padat tersuspensi akibat erosi tanah, akibat banjir dan akibat intrusi air laut. Sedangkan sumber pencemar air oleh akibat kegiatan manusia misalnya berasal dari pengaruh kegiatan industri, kegiatan rumah tangga, kegiatan pemanfaatan hutan, kegiatan penambangan, pertanian, transportasi dan lain-lain.
Umumnya penentuan kualitas suatu perairan dapat di amati melalui serangakain uji beberapa parameter, yaitu fisika yang terdiri dari bau, rasa, warna, suhu, kekeruhan. Kimiawi diantaranya anorganik, organik, logam berat, Pestisida. Mikrobiologi, bakteri escherichia coli (indikator pencemaran air oleh aktivitas manusia). Dan radioaktifitas.

Upaya pemantauan lingkungan guna mengelola dampak lingkungan pada perairan dapat pula dilakukan melalui dua cara yaitu :
1.Upaya pemantauan langsung, yaitu metode pemantauan yang biasanya dilakukan terhadap konsentrasi pencemar primer. Tergantung dari jenis zat pencemar, misalnya untuk pencemaran air dilakukan pemantauan kandungan oksigen pada media air, apabila kadar oksigen menipis ini berarti telah terjadi pencemaran di media air tersebut. Pemantauan secara langsung bisa saja dilakukan secara kas at mata pada badan air yang telah tercemar, misalnya apabila ditemukan adanya perubahan fisik pada badan air seperti bau, warna, kekeruhan, rasa, dan sebagainya.

2.Upaya pemantauan tidak langsung terhadap kodisi lingkungan perairan dapat digunakan beberapa indikator yang dapat menunjukkaan secara jelas bahwa telah terjadi suatu pencemaran. Misalnya untuk pencemaran air bersih dilakukan pengukuran terhadap kandungan bakteri coli (Eschericia coli) pada media air, apabila kandungan bakteri coli terlalu tinggi atau melampaui baku mutu maka hal ini berarti telah terjadi pencemaran pada air tersebut. Cara lain yang dapat dilakukan dalam pemantauan secara tidak langsung adalah dengan melakukan pengujian terhadap kondisi air seperti parameter COD, BOD, partikel tersuspensi, kadar nutrien yang terdapat dalam air, dan lain sebagainya.

3.Cara lain yang dapat digunakan sebagai indikator biologis dalam menilai pencemaran air adalah penggunaan jenis makhluk hidup misalnya pengujian coli, adanya coli yang meningkat berarti terjadi pencemaran buangan rumah tangga. Bentos dari jenis Tubifex sp dan Melanoides tuberculate dapat dijadikan sebagai indikator adalanya oksigen terlarut yang rendah dan padatan tersuspensi tinggi. Kangkung (Ipomoea aquatica) dapat dipakai sebagai indikator menentukan adanya unsur Cd, Hg, Cu, Mn, dan Zn dalam air. Alga biru (Microcystis sp) dapat digunakan sebagai indikator nitrogen konsentrasi yang tinggi pada air. Alga biru hijau (Anabaena sp) dapat digunakan sebagai indikator dampak penggunaan pupuk phospat. Eceng gondok (Eichornia crassipes) sebagai indikator pencemaran organik, dan lain sebagainya.
(M. ALI AKBAR-komunitasgreenchemistry, di sadur dari berbagai sumber)