"SEDIKITNYA KEPEDULIAN KITA AKAN BERARTI BESAR BAGI KEBERLANGSUNGAN KEHIDUPAN ALAM SEMESTA" KOMUNITAS GREEN CHEMISTRY ADALAH SUATU WADAH YANG DI TUJUKAN UNTUK MENDISKUSIKAN, MEWACANAKAN PERMASALAHAN LINGKUNGAN KHUSUSNYA YANG TERJADI DI INDONESIA DAN DI DUNIA PADA UMUMNYA
Senin, 27 April 2009
Sejak beberapa tahun yang lalu hingga saat ini cuaca kian tidak menentu, Sejumlah daerah terendam banjir, tanah longsor, banjir bandang, rob, hujan badai, munculnya sumber gas alam di permukiman warga dan yang belum lama ini bencana runtuhnya spillway (baca: tanggul), situ gintung Tangerang Selatan, Banten. Diakui atau tidak keadan ini diakibatkan oleh pemanasan global, yaitu fenomena naiknya suhu rata-rata permukaan bumi akibat jumlah emisi gas rumah kaca (CO2, N2O, CH4,) yang meningkat di atmosfer, laut dan daratan bumi. Pemanasan global akan diikuti adanya perubahan iklim, seperti naiknya curah hujan di daerah lain, sementara di daerah lain kekurangan curah hujan (Murdiyarso, 2003)
Menurut Soerjani (2008) pembangunan suatu daerah selalu didasarkan kepada pemanfaatan suatu sumber daya alam. Lebih lanjut, untuk menjamin kelangsungan pembangunan ekonomi, maka perencanaan pembangunan, pengelolaan, dan penyelamatan perlu diatur oleh peraturan perundangan yang mengedepankan pelestarian lingkungan. Melalui peraturan perundang-undangan, pemerintah terus mempersempit ruang gerak bagi para polluter dan emitter, agar terciptanya kesadaran lingkungan yang bersih (greener). Peraturan perundangan yang mengatur aspek hukum lingkungan di Indonesia pada dasarnya harus berorientasi pada ekologi yang meliputi aspek; hukum tata lingkungan, hukum perlindungan lingkungan, hukum kesehatan lingkungan, dan hukum pencemaran lingkungan.
Terjadinya bencana banjir, longsor, rob, misalnya lebih diakibatkan oleh terganggunya keseimbangan alam. Hutan sebagai daerah tangkapan air (catchment area), danau/waduk sebagai daerah resapan dan hutan bakau sebagai pencegah erosi dan DAS sebagai konservasi tanah dan tata air sebagai kesatuan fungsi bagi kelangsungan hidup ekosistem di dalamnya. Dimana hutan merupakan bagian dari komponen penentu kestabilan alam. Berkaitan dengan pemanasan global, maka fungsi dasar hutan sebagai penyerap CO2 dan penghasil O2 (reaksi fotosintesis) menjadi sangat penting dan murah. Lihat hasil konvensi perubahan iklim yang tertuang dalam protokol Kyoto, yang antara lain mengembalikan emisi CO2 pada tahun 1990. Sehingga Hutan yang telah di anugerahkan oleh sang pencipta dapat dikembalikan fungsinya secara utuh sebagai penentu kesetabilan alam yang terus dijaga kelestariannnya.
Paradigma baru arah pembangunan yang berkelanjutan yaitu sustainable chemistry/green chemistry sebagai suatu solusi global menuju pembangunan bersih. Sebagai contoh di negara Amerika Serikat peran green chemistry mendapat begitu banyak dukungan, baik dari akademisi, industri dan pemerintah. Hal ini dibuktikan pada sejumlah award yang diberikan oleh pemerintah berkuasa saat itu. Misalnya President Clinton mengumumkan “Presidential Green Chemistry Challenge Awards Program” pada Maret 1995. Selain menerima penghargaan “Presidential Green Chemistry Challenge” para pemenang juga menerima penghargaan “McGraw-Hill Environmental Champions”.
Selanjutnya, diharapkan dapat merubah arah teknologi yang diadopsi oleh industry mengikuti prinsip ‘Green’. Oleh karena itu menjadi tantangan besar bagi chemist, engineer dan environmentalist untuk mengembangkan teknologi baru sejalan dengan prinsip green chemistry. (Werner & Anastas 2002). Dengan meningkatkan hubungan kerjasama antara akademisi, pemerintah, dan industry akan mempercepat inovasi yang sejalan dengan prinsip-prinsip green chemistry. Dengan kata lain, para akademisi muda sangat membutuhkan para penggiat industry yang siap merubah teknologi yang selama ini digunakan menjadi teknologi baru. Selanjutnya akan dijadikan role model bagi para akademisi muda untuk terus mendalami green chemistry agar tujuan penyelamatan lingkungan mendapat dukungan oleh berbagai pihak. selanjutnya menjadi nilai investasi tersendiri bagi prediksi kondisi lingkungan di masa mendatang. Oleh karena itu, kesuksesan dalam suatu studi kasus mengenai aplikasi green chemistry dalam industri sangat penting.
Sementara di Indonesia sendiri, melalui Program Adiwiyata misalnya, yaitu salah satu program Kementrian Negara Lingkungan Hidup dalam rangka mendorong terciptanya pengetahuan dan kesadaran warga sekolah dalam upaya pelestarian lingkungan. Di mana pelaksanaannya dijalankan oleh Pemerintah Daerah setempat BLHD/Bapedalda Provinsi), bekerja sama dengan Dinas Pendidikan setempat, Lembaga Swadaya Masyarakat, Akademisi dan pihak swasta lainnya (blhd.banten.go.id). Sama halnya dengan pemerintah Amerika, Program Adiwiyata kementrian Lingkungan Hidup Indonesia juga memeberikan reward bagi sekolah yang berhasil menciptakan kesadaran lingkungan masyarakatnya.
Dalam hal ini, Provinsi Banten sebagai provinsi baru yang dikaruniai kekayaan sangat besar, daratan, lautan dan ekosistem akuatik lain, serta komplek-komplek ‘perindustrian’ yang merupakan bagian dari keanekaragamannya, mencakup keanekaragaman di dalam spesies dan ekosistem. Sejumlah proyek pembangunan di pastikan akan di laksanakan dalam waktu dekat. Sehingga di perlukan perencanaan tata ruang yang mengedepankan sustainable development, yang tidak semata-mata hanya mengejar pertumbuhan ekonomi. Untuk berani mengeluarkan sejumlah kebijakan dalam kaitannya dengan pengelolaan sumber daya alam. Yang selanjutnya menjadi aset berharga di kemudian hari bagi kehidupan di masa mendatang, sehingga penting sekali untuk terus dijaga kelestariannya. (alimakbar-komunitasgreenchemistry)
Rabu, 22 April 2009
PSDAL
(Rapat Kerja Nasional Asosiasi Pengusahaan Hutan Indonesia (APHI) 2001, Hotel Hilton Jakarta, 21 Pebruari 2001)
Hutan merupakan sumber daya alam anugerah Tuhan Yang Maha Kuasa yang tidak terhingga nilainya bagi seluruh umat manusia. Sebagai anugerah tersebut hutan mempunyai nilai filosofi yang sangat dalam bagi kepentingan umat manusia. Dengan segala kekayaan alam yang dikandungnya hutan memberikan kehidupan bagi makhluk hidup di bumi ini terutama bagi umat manusia. Hutan tidak saja memberikan kehidupan bagi masyarakat yang menempatinya tetapi juga masyarakat di perkotaan.
Namun demikian nilai filosofi hutan tersebut terus menerus mengalami penurunan. Hal ini disebabkan karena pengelolaan hutan selama ini kurang memperhatikan arti hakekat yang terkandung pada filosofi hutan sehingga kelestarian lingkungan hidup menjadi terganggu. Pengelolaan hutan lebih mengejar profit yaitu mencari keuntungan ekonomi semata. Dan bahkan negara secara sentralistis mengeksploitir hutan sehingga fungsi sosial kepentingan umum terabaikan.
Sebagai akibat dari pengelolaan hutan dengan cara tersebut hutan di Indonesia mengalami degradasi yang sangat tajam. Luas hutan berkurang drastis, sedangkan hutan yang tersisa juga mengalami kerusakan yang cukup parah. Menurut Prof. Otto Soemarwoto ( Kompas, 6 Pebruari 2001 ) di Jawa luas hutan tinggal 9% sampai 10% dari luas daratan, sedangkan di luar Jawa kerusakan hutan mencapai 1-1,5 juta hektar per tahun.
Permasalahan yang dihadapi sektor kehutanan saat ini adalah kondisi hutan yang mengalami degradasi cukup tajam. Kondisi ini mengakibatkan hutan tidak mampu lagi menjadi penyangga bagi kelestarian alam. Berbagai bencana alam yang terjadi belakangan menunjukkan keseimbangan dan kelestarian alam yang makin terganggu.
Pengelolaan hutan yang dilakukan selama ini telah menimbulkan konflik kepentingan antara pusat dengan daerah dan masyarakat setempat. Pemerintah pusat mendominasi pengelolaan hutan melalui beberapa Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau memberikan konsesi kepada swasta. Kebijakan-kebijakan yang diambil selalu mendahulukan kepentingan pusat dan sering mengabaikan kepentingan masyarakat daerah. Sehingga pengelolaan hutan yang semula bertujuan meningkatkan pertumbuhan ekonomi untuk mensejahterakan masyarakat hanya mensejahterakan segelintir orang dan bahkan juga menimbulkan penderitaan bagi masyarakat setempat.
Kesalahan pengelolaan hutan oleh pusat dan penyalahgunaan HPH oleh beberapa pengusaha telah mengakibatkan luas hutan berkurang drastis dan kerusakan hutan semakin parah. Setiap tahunnya terjadi degradasi hutan sebesar 1,7 juta Ha, sehingga di Sumatera luas hutan tinggal 27 % dan Kalimantan 34%. Penyebab kerusakan lainnya adalah penebangan liar (ilegal), kebakaran hutan dan penjarahan hutan yang dilakukan masyarakat maupun oknum aparat dan perusahaan swasta.
Jika kita identifikasi lebih lanjut penyebab dari kondisi hutan saat ini adalah kekeliruan pusat dalam menetapkan kebijakan dan regulasi bidang kehutanan. Penyusunan rencana kegiatan dan penetapan kebijakan pengelolaan kehutanan selayaknya melibatkan pemerintah dan masyarakat di daerah. Namun demikian pusat selama ini tidak melibatkan daerah dalam penyusunan rencana dan penetapan regulasi tersebut. Sehingga pada pelaksanaan di lapangan sering timbul permasalahan dan konflik dengan masyarakat setempat.
Demikian juga dengan pemberian konsesi atau HPH kepada swasta maupun BUMN, pemerintah pusat tidak pernah membahas terlebih dahulu dengan pemerintah daerah. Pemerintah daerah biasanya dilibatkan setelah timbulnya permasalahan dan konflik dengan masyarakat.
Selanjutnya sebagai faktor pendorong percepatan kerusakan hutan adalah lemahnya pengawasan pusat terhadap pengelolaan hutan oleh BUMN maupun swasta dan penjarahan serta penebangan liar oleh oknum masyarakat.
Akhirnya dapat kita simpulkan bahwa kondisi hutan saat ini merupakan hasil dari suatu rangkaian kesalahan mulai dari sentralisasi perencanaan dan penetapan regulasi pengelolaan hutan sampai kepada lemahnya pengawasan terhadap pengelolaan hutan. Dengan usaha merevitalisasi suatu kebijakan dan undang-undang mengenai pengelolaan hutan diharapkan dapat membantu proses pemeliharaan hutan. Disentralisasi merupakan salah satu usaha pegembangan otonomi daerah. Dengan adanya disentralisasi berarti adanya kewenangan kepada daerah untuk dapat mengelola hutan. Dengan peran daerah dalam pengelolaan hutan diharapkan dapat membantu mengurangi dampak kerusakan hutan.
Dengan semangat demokratisasi, pengembangan hak dan kreativitas serta keanekaragaman potensi dan karateristik sumber daya alam daerah maka desentral-isasi pengelolaan kehutanan diharapkan dapat melakukan koreksi terhadap kesalahan yang telah dilakukan selama ini.
(oleh : Sindi Sehabudin, 27 Maret 2009)
PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN
Permukaan bumi sebagian besar ditutupi oleh air (71%) sehingga keberadaan air ini ikut mempengaruhi iklim lingkungan kita. Makhluk hidup sangat membutuhkan air, dalam tubuh manusia misalnya terdapat sejumlah air 70% dari berat tubuh manusia. Di planet bumi dimana manusia berada, terdapat 97% dari total jumlah air yang ada merupakan air asin yang terdapat di laut, dan hanya sebanyak 3% air di bumi yang merupakan air tawar. Air tawar yang hanya berjumlah 3% dari total jumlah air di bumi tersebut terdapat di danau, sungai, tanah, tumbuhan, manusia, dan sebagian besar lainnya berbentuk gunung es yang terdapat di kutub utara dan selatan dan di puncak-puncak gunung (Miller 2002).
Berdasarkan atas siklus hidrologi maka air di bumi selalu dalam keadaan berpindah-pindah yang biasa disebut sebagai “siklus hidrologi”. “Air” dari danau, sungai, permukaan tanah, dan dari laut akan menguap oleh pengaruh panas matahari, uap air yang terbentuk masuk ke dalam atmosfir bumi menjadi “awan”. Awan di atmosfir bergerak akibat perbedaan tekanan panas dan membentur puncak gunung dan terjadi “hujan”. Hujan turun membasahi permukaan bumi dan mengalir kembali ke dalam tanah, ke sungai, ke danau dan ke laut. Sumber air tawar terdapat di permukaan tanah seperti di sungai, danau, air tanah dalam dan air tanah dangkal, di kutub dan di gunung berupa salju, serta air di atmosfir bumi berupa air hujan.
Ekosistem perairan merupakan suatu tatanan kesatuan secara utuh menyeluruh antar semua unsur lingkungan kehidupan yang saling mempengaruhi dalam membentuk keseimbangan, stabilitas dan produktivitas lingkungan hidup di perairan. Dengan definisi ini maka di dalam ekosistem perairan, unsur-unsur yang ada di lingkungan perairan secara alami akan membentuk hubugan timbal balik yang bersifat kompleks antar organisme hidup dan yang tidak hidup yang secara bersama-sama membentuk sistem ekologi.
Sumber pencemar air oleh akibat kegiatan alam biasanya berasal dari peristiwa peningkatan zat padat tersuspensi akibat erosi tanah, akibat banjir dan akibat intrusi air laut. Sedangkan sumber pencemar air oleh akibat kegiatan manusia misalnya berasal dari pengaruh kegiatan industri, kegiatan rumah tangga, kegiatan pemanfaatan hutan, kegiatan penambangan, pertanian, transportasi dan lain-lain.
Umumnya penentuan kualitas suatu perairan dapat di amati melalui serangakain uji beberapa parameter, yaitu fisika yang terdiri dari bau, rasa, warna, suhu, kekeruhan. Kimiawi diantaranya anorganik, organik, logam berat, Pestisida. Mikrobiologi, bakteri escherichia coli (indikator pencemaran air oleh aktivitas manusia). Dan radioaktifitas.
Upaya pemantauan lingkungan guna mengelola dampak lingkungan pada perairan dapat pula dilakukan melalui dua cara yaitu :
1.Upaya pemantauan langsung, yaitu metode pemantauan yang biasanya dilakukan terhadap konsentrasi pencemar primer. Tergantung dari jenis zat pencemar, misalnya untuk pencemaran air dilakukan pemantauan kandungan oksigen pada media air, apabila kadar oksigen menipis ini berarti telah terjadi pencemaran di media air tersebut. Pemantauan secara langsung bisa saja dilakukan secara kas at mata pada badan air yang telah tercemar, misalnya apabila ditemukan adanya perubahan fisik pada badan air seperti bau, warna, kekeruhan, rasa, dan sebagainya.
2.Upaya pemantauan tidak langsung terhadap kodisi lingkungan perairan dapat digunakan beberapa indikator yang dapat menunjukkaan secara jelas bahwa telah terjadi suatu pencemaran. Misalnya untuk pencemaran air bersih dilakukan pengukuran terhadap kandungan bakteri coli (Eschericia coli) pada media air, apabila kandungan bakteri coli terlalu tinggi atau melampaui baku mutu maka hal ini berarti telah terjadi pencemaran pada air tersebut. Cara lain yang dapat dilakukan dalam pemantauan secara tidak langsung adalah dengan melakukan pengujian terhadap kondisi air seperti parameter COD, BOD, partikel tersuspensi, kadar nutrien yang terdapat dalam air, dan lain sebagainya.
3.Cara lain yang dapat digunakan sebagai indikator biologis dalam menilai pencemaran air adalah penggunaan jenis makhluk hidup misalnya pengujian coli, adanya coli yang meningkat berarti terjadi pencemaran buangan rumah tangga. Bentos dari jenis Tubifex sp dan Melanoides tuberculate dapat dijadikan sebagai indikator adalanya oksigen terlarut yang rendah dan padatan tersuspensi tinggi. Kangkung (Ipomoea aquatica) dapat dipakai sebagai indikator menentukan adanya unsur Cd, Hg, Cu, Mn, dan Zn dalam air. Alga biru (Microcystis sp) dapat digunakan sebagai indikator nitrogen konsentrasi yang tinggi pada air. Alga biru hijau (Anabaena sp) dapat digunakan sebagai indikator dampak penggunaan pupuk phospat. Eceng gondok (Eichornia crassipes) sebagai indikator pencemaran organik, dan lain sebagainya.
(M. ALI AKBAR-komunitasgreenchemistry, di sadur dari berbagai sumber)
Green Chemistry
“Green Chemistry is the design of
chemical products and processes that
reduce or eliminate the use and
generation of hazardous compounds.”
Paul Anastas & John Warner
Sejak zaman dahulu, para pe-Riset terus berusaha mencari material baru yang lebih sederhana dan murah. Berbagai penelitian dilakukan mulai dari skala kecil hingga skala besar. Pencarian bahan dilakukan mengikuti kemana arah survey geologi mengarahakan, bahkan hingga keluar batas benua (overseas). Seakan tak ada hentinya manusia terus berusaha menyederhanakan lifestyle-nya dengan barang-barang hasil temuannya. Dengan begitu road map teknologi sudah tidak lagi bisa diikuti secara seksama. Karena begitu prduktifnya publikasi riset-riset berskala internasional, yang dengan cepat dikembangkan menjadi produk baru yang jenis dan jumlahnya begitu besar. Teknologi mengupayakan kecepatan dan kesederhanaan dalam hal pemenuhan kebutuhan manusia, yang dengan itu orang tidak lagi merasakan kesulitan. Apa pun yang diinginkannya telah beredar bebas di pasaran. Hingga terkadang suatu produk tidak mudah dipahami langsung kegunaannya. Maka dari itu banyak pula anggapan miring mengenai peredaran produk (baca: barang-barang) yang seakan masyarakat dengan begitu terpaksa untuk membelinya tanpa menyadari apa fungsinya, dan sejauh mana nilai kebutuhannya.
Dibalik keunggulan teknolgi itu, sebenarnya terdapat ancaman besar bagi manusianya sendiri, bahkan alam tempat tinggalnya. karena tuntutan pertumbuhan ekonomi harus terus naik, bagaimanapun caranya. Pembangunan terus diupayakan guna menyeimbangkan produktifitas dengan kebutuhan konsumen. Pabrik-pabrik terus beroperasi tanpa henti sepanjang tahun melemparkan produk-produk unggulannya kepada konsumen, yang bersamaan itu menerbangkan polusinya ke udara dan mengaliri tanah dengan cairan sisa limbah produksi. Tidak hanya itu saja pola hidup konsumtif juga menjadi penyumbang produksi limbah yang tidak kalah besarnya. Kalau keadaan itu tidak segera di tangani, akan berakibat fatal bagi daya dukung lingkungan.
Media elektronik maupun non elektronik seharusnya menjadi yang terdepan menceritakan bagaimana daya dukung lingkungan tidak cukup kuat di bebani begitu banyaknya bahan-bahan asing di lingkungannya. Memang benar alam memilki cara tersendiri untuk meneteralisir/menyeimbangkan zat-zat asing (xenobiotic) yang masuk di lingkungannya. Namun tetap memiliki batas maksimum kapan lingkungan dikatakan telah tercemar. Hanya menunggu hitungan waktu. Tidak juga manusia sebagai ‘pengelola’ bumi yang diberi kebebasan seluasnya-luasnya untuk memanfaatkan sumberdaya apa saja yang terkandung didalamnya. Namun begitu, harus tetap memikirkan kehidupan dimasa mendatang. (alimakbar)
Sustainability
"Meeting the needs of the present without compromising the ability of future generations to meet their needs."
The U.N. Brundtland Commission (1987)
Green Chemistry
Satu dari 12 prinsip green chemistry
Hingga hari ini usaha membuat udara bersih dari gas berbahaya seperti gas rumah kaca (GHGs) yang terdiri dari karbon dioksida (CO2) dinitrogen oksida (N2O), metana (CH4), dan karbon monoksida (CO), nitrogen oksida (NOx), Volatile Organic Componds (VOCs), Particulate Matter (PM) terus dilakukan. Begitu banyak publikasi ilmiah mengenai bagaimana pola kerusakan atmosfer bumi yang diakibatkan baik secara alami maupun pengaruh langsung dari kegiatan manusia.[1]
Ribuan bahkan jutaan publikasi ilmiah dihasilkan untuk mengetahui siklus yang terjadi pada atmosfer bumi. Penelitian yang berusaha diungkap yaitu mulai dari berbagai sisi. Pada kendaraan bermotor misalnya, diketahui bahwa penggunaan bahan bakar fossil banyak menghasilkan polutan diudara, CO, CO2, (NOx), (SOx), VOC, PM (Kalantar Neyestanaki et al. 2004, Wallington et al. 2006).
Saat ini dikenal biofuel, misalnya bioethanol, biogas, biodisel dll. Selanjutnya juga dilakukan penelitian kembali, apakah emisi gas buangnya ramah lingkungan?. Berdasarkan kumpulan jurnal penelitian yang diterbitkan dalam bentuk buku menyatakan bahwa biofuel yang digunakan malah memicu pembentukan polutan yang lain seperti butadiena, selain senyawa GHGs diatas yang dihasilkan dari reaksi samping pada pembakaran (ignition contact) (Dominik, Rutz & Janssen, Rainer 2007). Terlepas dari semua itu, penggunaan bahan bakar fosil maupun biofuel, keduanya sama-sama menghasilkan gas buang yang berbahaya. Oleh sebab itu penelitian selanjutnya diarahkan bukan hanya sebatas penggunaan bahan bakar bersih yang ramah lingkungan tetapi untuk bagaimana emisi gas buang yang dikeluarkan menjadi bersih. Prinsip teknologi yang ada saat ini adalah dengan [2]three way catalyst (catalytic converter), dimana gas polutan yang dihasilkan dari reaksi pembakaran diubah menjadi gas tidak berbahaya.(alimakbar)
DEWI SRI
DEWI SRI DAN REVOLUSI HIJAU
Dalam legenda bali( De Datta, 1980), diceritakan bahwa dewa wisnu, dewa kesuburan dan air, turun ke bumi untk menganuegerahi manusisa makan yang lebih enak dariparada sari gula tanaman tebu. Dewa wisnu membuat dewi bumi bisa melahirkan padi, dan selanjutnya kembali ke khayangan untuk berperang, memaksa dewa Indra mengajari kaum lelaki di bumi untuk menumbuhkan tanaman padi. Sehingga padi boleh dikatakan lahir dari penyatuan kekuatan-kekuatan kreatif, yang melambangkan bumi dan air. Dalam kepercayaan masyarakat tadisional dikenal istilah “dewi sri”, dewi padi (Nyi Pohaci, dalam bahasa daerah ) dengan tanah, mempersatukan langit dan bumi, mempersatukan manusia dengan kemanusiannya. Sehingga dalam suatu artikel (kompas, 2005a), masyarakat memperlakukan kedua hal tersebut dengan hati-hati, mulai dari ditanam sampai dipanenen, karen padi adalah “dewi sri”.
Namun begitu pada suatu zaman penjajahan di abad-abad yang lalu, masyarakat Indonesia dan masyarakat asia lainnya pernah mengalami kekurangan pangan (baca: beras) yang mengerikan. Dilema kegiatan pertanian yang pada waktu itu mengedepankan pasar Eropa dan timur tengah. Yaitu ‘peralihan’ petani padi ke pertanian rempah-rempah yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. selain itu peralihan kepemilikan tanah dari petani ke pihak penjajah mengakibatkan lumbung-lumbung padi yang menjadi sentra pemasok kebutuhan pangan masyarakat Indonesia, kian tersisihkan, berganti dengan pelabuahan rempah-rempah yang siap di ekspor ke sejumlah Negara eropa dan timur tengah.
Pada akhirnya kearifan lokal masyarakat secara keseluruhan menjadi hilang, sedikit demi sedikit, hanya sebagian masyarakat yang memegang teguh budaya warisan nenek moyang yang menyisakan perjuangan untuk terus mengembalikan “Dewi Sri” ke bumi.
Waktu itu, Indonesia beserta negara Asia lainnya berhasil meningkatkan produksi padi dengan kenaikan yang amat mengesankan,sehingga mengantarkannya menjadi Negara yang swasembada beras sejak tahun 1984. Sebelum itu keberhasilan asia mengenyumbangkan dan meng-introduksi-kan teknologi padi modern memberikan dampak yang luas dan dramatik kepada perekonomian Asia sehingga program ini kemudian lebih populer dkienal dengan Revolusi Hijau.
Revolusi hijau adalah kisah sukses dari suatu program penelitian dan pengembangan yang abad lalu meyelamatkan bangsa Indonesia dan bangsa Asia lainnya dari bencana kekurangan.
Dimana kisah itu dianggap oleh para ahl sebagai miracle of Asia.
(ALI M AKBAR, dari berbagai sumber)
Management of Change
Sadarilah bahwa kita hidup dalam dunia perubahan. Perubahan adalah sesuatu yang pasti dan akan terjadi (everything changes). Perubahan yang dimaksud pada manusia misalnya adalah perubahan perilaku, perubahan dalam sistem nilai dan Penliaian, Perubahan peralatan yang digunakan, perubahan dalam cara berpikir hingga perubahan dalam bersikap. Singkatnya manusia perlu senantiasa menyesuaikan diri dengan perubahan dana tuntutan perubahan. Perubahan dapat terjadi secara evolusioner dan revoluioner. Sebagai catatan perubahan itu tidak selalu menghasilkan keadaan yang lebih baik. Tentunya segala perubahan yang diinginkan menuju arah yang lebih baik daripada sebelumnya.
Menurut Winardi (2006) Keadaan atau kondisi Sebelum terjadi perubahan (the before condition) menuju keadaan setelahnya (the after condition), dikatakan keadaan antara sebelum dan sesudah perubahan disebut keadaan transisi, guna mentransformasikan hal apa yang ingin dilakukan perubahan, sehingga pada akhirnya membutuhkan waktu yang relative singkat,selanjutnya disebut sebagai sasaran dari Management of Change.
Keharusan untuk melakukan perubahan dan proses perubahan pada dewasa ini dalam lingkungan yang penuh turbulensi dan dinamika, merupakan sebuah fakta kehidupan bagi kebanykan perorangan maupun kelompok, terlebih lagi organisasi. Sehingga tidak boleh menunggu sampai mengalami kemunduran, dan barulah kemudian melakukan sejumlah perubahan-perubahan. Pada dasarnya penting sekali secara kontinyu melakukan analisis dan prediksi guna mengantisipasi kebutuhan akan perubahan.
Kekuatan yang membantu perubahan | Kekuatan yang menghalangi Perubahan |
Kompetitif | Kendala-kendala keorganisasainn kekuasaan dan konflik |
Kekuatan ekonomi dan politik | · Perbedaan dalam orientasi fungsional · Struktur mekansitik |
Kekuatan global | Kultur keorganisasian |
Kekuatan demografik dan kekuatan social | · Kenddala kelompok · Norma kelompok · Kohesivitas kelompok |
Kekuatan etikal | · Pemikiran kelompok dan eskalasi komitmen · Kendala individual · Ketidak pasitisan dan perasan tidak aman · Persepsi selektif dan retensi kebiasaan |
Sifat dari perubahan keorganisasian
Dalam proses perubahan kita mengenal sebuah istilah penting yakni seorang agen perubahan (a change agent). Yang bertanggung jawab untuk mengubah pola perilaku yang ada pada orang tertentu dan atau system sosial tertentu. Sehingga sangat di mungkinkan mendapatkan keadaan di lapangan, yaitu Unplanned change yang terjadi secara spontan, acak dan di luar perhatian seorang agen perubahan. Perubahan yang demikian dapat saja bersifat merusak (disruptif. Dan situasi yang lain yang ingin di lakukan yaitu planned change, perubahan yang di rencanakn dimana merupakan sebuah reaksi langsung terhadap persepsi sesorang tentang adanya suatau celah kinerja (a performance gap.
Target-target keorganisasain yang dapat di ubah dan metode metode menghadapinya
Target | Metode perubahan yang diterapkan |
Tujuan-tujuan dan sasaran | · Jelaskan misi secara keseluruhan · Laksanakan modofikasi sasaran yang ada · Terapkan asas manajement berdasarkan sasaran-sasaran |
Kultur | · Laksanakan klarifikasi, modifikasi · dan atau ciptakan keyakinan-keyakinan inti dan nilai-nilai guna membantu membnetuk perilaku individu individu dan kelompok-kelompok |
Strategi | · Modifikasi rencana-rencana strategic · Modifikasi rencana-rencana operasional · Modifikasi kebijakan-kebijakan serta prosedur |
Tugas-tugas | · Modifikasi design pekerjaan · Terapkan perkayaan pekerjaan (job enrichment) dan kelompok kerja otonomi |
teknologi | · Perbaiak [eraltan dan fasilitass · Perbaika metode dan arus pekerjaan |
Orang-orang | · Modifikasai kriteria seleksi · Modifikasi praktik-praktik recruitment · Terapakan program pelatihan dan pengembangan · Klarifikasi peranan dan ekspektasi-ekspektasi |
struktur | · Modofikasi urauoana pekerjaan · Modifikasi desian keorganisaasian sesuikan mekanisme-mekanisme koordinasi · Modifikasi penyebaran otoritas |
Kurt Lewin seorang psikolog terkenal berpendapat bahwa setiap perubahan dapat dipandang sebagai sebuah proses yang terdiri dari tiga macam faasa
1. Pencairan (unfreezing), tahap dimana seseorang atau kelompok mempersiapka sebuah situasi perubahan
2. Perubahan (changing), tahapan yang mencakup tindakan modifikasi dalam manusia, tugas-tugas, struktur dan atau teknologi
3. Pembekuan kembali (refreezing), tahap final dari proses perubahan, didesain untuk memelihara momentum suatu perubahan, dimana secara positif dibekukan hasil-hasil yang diinginkan.
(M. ALI AKBAR)