Desentralisasi Hutan
(Rapat Kerja Nasional Asosiasi Pengusahaan Hutan Indonesia (APHI) 2001, Hotel Hilton Jakarta, 21 Pebruari 2001)
Hutan merupakan sumber daya alam anugerah Tuhan Yang Maha Kuasa yang tidak terhingga nilainya bagi seluruh umat manusia. Sebagai anugerah tersebut hutan mempunyai nilai filosofi yang sangat dalam bagi kepentingan umat manusia. Dengan segala kekayaan alam yang dikandungnya hutan memberikan kehidupan bagi makhluk hidup di bumi ini terutama bagi umat manusia. Hutan tidak saja memberikan kehidupan bagi masyarakat yang menempatinya tetapi juga masyarakat di perkotaan.
Namun demikian nilai filosofi hutan tersebut terus menerus mengalami penurunan. Hal ini disebabkan karena pengelolaan hutan selama ini kurang memperhatikan arti hakekat yang terkandung pada filosofi hutan sehingga kelestarian lingkungan hidup menjadi terganggu. Pengelolaan hutan lebih mengejar profit yaitu mencari keuntungan ekonomi semata. Dan bahkan negara secara sentralistis mengeksploitir hutan sehingga fungsi sosial kepentingan umum terabaikan.
Sebagai akibat dari pengelolaan hutan dengan cara tersebut hutan di Indonesia mengalami degradasi yang sangat tajam. Luas hutan berkurang drastis, sedangkan hutan yang tersisa juga mengalami kerusakan yang cukup parah. Menurut Prof. Otto Soemarwoto ( Kompas, 6 Pebruari 2001 ) di Jawa luas hutan tinggal 9% sampai 10% dari luas daratan, sedangkan di luar Jawa kerusakan hutan mencapai 1-1,5 juta hektar per tahun.
Permasalahan yang dihadapi sektor kehutanan saat ini adalah kondisi hutan yang mengalami degradasi cukup tajam. Kondisi ini mengakibatkan hutan tidak mampu lagi menjadi penyangga bagi kelestarian alam. Berbagai bencana alam yang terjadi belakangan menunjukkan keseimbangan dan kelestarian alam yang makin terganggu.
Pengelolaan hutan yang dilakukan selama ini telah menimbulkan konflik kepentingan antara pusat dengan daerah dan masyarakat setempat. Pemerintah pusat mendominasi pengelolaan hutan melalui beberapa Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau memberikan konsesi kepada swasta. Kebijakan-kebijakan yang diambil selalu mendahulukan kepentingan pusat dan sering mengabaikan kepentingan masyarakat daerah. Sehingga pengelolaan hutan yang semula bertujuan meningkatkan pertumbuhan ekonomi untuk mensejahterakan masyarakat hanya mensejahterakan segelintir orang dan bahkan juga menimbulkan penderitaan bagi masyarakat setempat.
Kesalahan pengelolaan hutan oleh pusat dan penyalahgunaan HPH oleh beberapa pengusaha telah mengakibatkan luas hutan berkurang drastis dan kerusakan hutan semakin parah. Setiap tahunnya terjadi degradasi hutan sebesar 1,7 juta Ha, sehingga di Sumatera luas hutan tinggal 27 % dan Kalimantan 34%. Penyebab kerusakan lainnya adalah penebangan liar (ilegal), kebakaran hutan dan penjarahan hutan yang dilakukan masyarakat maupun oknum aparat dan perusahaan swasta.
Jika kita identifikasi lebih lanjut penyebab dari kondisi hutan saat ini adalah kekeliruan pusat dalam menetapkan kebijakan dan regulasi bidang kehutanan. Penyusunan rencana kegiatan dan penetapan kebijakan pengelolaan kehutanan selayaknya melibatkan pemerintah dan masyarakat di daerah. Namun demikian pusat selama ini tidak melibatkan daerah dalam penyusunan rencana dan penetapan regulasi tersebut. Sehingga pada pelaksanaan di lapangan sering timbul permasalahan dan konflik dengan masyarakat setempat.
Demikian juga dengan pemberian konsesi atau HPH kepada swasta maupun BUMN, pemerintah pusat tidak pernah membahas terlebih dahulu dengan pemerintah daerah. Pemerintah daerah biasanya dilibatkan setelah timbulnya permasalahan dan konflik dengan masyarakat.
Selanjutnya sebagai faktor pendorong percepatan kerusakan hutan adalah lemahnya pengawasan pusat terhadap pengelolaan hutan oleh BUMN maupun swasta dan penjarahan serta penebangan liar oleh oknum masyarakat.
Akhirnya dapat kita simpulkan bahwa kondisi hutan saat ini merupakan hasil dari suatu rangkaian kesalahan mulai dari sentralisasi perencanaan dan penetapan regulasi pengelolaan hutan sampai kepada lemahnya pengawasan terhadap pengelolaan hutan. Dengan usaha merevitalisasi suatu kebijakan dan undang-undang mengenai pengelolaan hutan diharapkan dapat membantu proses pemeliharaan hutan. Disentralisasi merupakan salah satu usaha pegembangan otonomi daerah. Dengan adanya disentralisasi berarti adanya kewenangan kepada daerah untuk dapat mengelola hutan. Dengan peran daerah dalam pengelolaan hutan diharapkan dapat membantu mengurangi dampak kerusakan hutan.
Dengan semangat demokratisasi, pengembangan hak dan kreativitas serta keanekaragaman potensi dan karateristik sumber daya alam daerah maka desentral-isasi pengelolaan kehutanan diharapkan dapat melakukan koreksi terhadap kesalahan yang telah dilakukan selama ini.
(oleh : Sindi Sehabudin, 27 Maret 2009)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar